Senin, 27 Februari 2012

GADO-GADO - Golok Pontang


Bekasi, 01 Desember 2011.

“Kampung Cabang Dua, tak jauh dari Perbatasan Bekasi dan Karawang”.

Masa itu, Kampung Cabang Dua letaknya agak terisolir dari kampung-kampung lain di sekitarnya. Jumlah penduduknya tak lebih dari tiga puluh orang. Untuk menuju kampung itu, selain medannya yang sulit, juga harus melewati hamparan sawah dan rawa-rawa yang luas di kiri-kanan jalan. Jangankan malam hari, di siang haripun orang akan berpikir jauh lagi bila harus pergi ke kampung itu, itupun jika bukan karena keperluan yang sangat penting. Malam itu, salah satu penduduk melangsungkan acara keriaan perkawinan putra-putrinya. Hiburan yang ditampilkan seperti biasa adalah jaipongan. Walaupun hiburan itu adalah hiburan yang paling mengundang pada masa itu, tetap saja tak banyak tamu yang datang. Selain penduduk setempat, hanya kerabat dari yang punya hajat saja yang hadir. Itupun karena mereka beserta keluarganya memang sengaja tinggal dan menginap karena jarak yang tak memungkinkan untuk ditempuh secara pulang-pergi. Pertunjukan jaipongan terus berlanjut. Sesekali para juru tembang memanggil nama tuan rumah dan para tamu di antara syair tembang-tembang yang dinyanyikan. Beberapa orantampak mengelilingi tempat para pemain jaipongan itu bermain. Sekedar untuk menikmati lebih dekat dan memberikan saweran bila mereka menyukai tembang yang dibawakan.

Illustrasi : Seorang Juwara dengan menyoren Golok Pontang
Saat malam kian larut, salah seorang penonton mengajukan permintaan lagu yang berjudul “Geboy”. Permintaanpun kemudian dituruti dan tembang mulai dilantunkan. Entah sejak kapan dan dari mana datangnya, di bagian depan pentas, yang semula hanya hamparan jerami kosong, mulai tampaorang-orang lelaki berdatangan. Satu-persatu mereka mengisi tempat yang kosong itu hingga dalam waktu singkat tempat itu kini sudah penuh dengan sosok para lelaki tersebut. Jumlah mereka mungkin puluhan atau mungkin ratusan, jauh lebih banyak dari orang-orang yang sebelumnya hadir di tempat itu, bahkan lebih banyak dari penduduk kampung itu sendiri ! melihat kehadiran orang-orang ini, perlahan, orang-orang yang sejak tadi berada di dekat pentas, mundur teratur dan pergi menuju kediaman tuan rumah. Lebih tepat lagi, semua orang yang sudah hadir sebelumnya, kini semua berkumpul di rumah pemilik hajat. Duduk diam. Mengawasi dari kejauhan. Tembang terus mengalun. Para lelaki yang baru datang ini perlahan mulai beraksi. Satu persatu dari mereka bergantian tampil di depan pentas. Menunjukkan kemampuan silat mereka masing-masing. Bila diperhatikan, kecuali sosok dan wajah, mereka semua hampir terlihat sama. Dengan ikat kepala, baju dan celana pangsi berwarna hitam, dan yang paling unik, golok yang terselip di balik ikat pinggang mereka semua sama… “golok pontang” !! golok yang bergagang khas, dengan warna hitam lalu warna putih (belang), dari ujung sampai ke pangkalnya. Konon, hanya orang tertentu yang bisa memiliki golok semacam itu. Bila dari bahan material, mungkin tidak sulit untuk dicari. Mungkin hanya etika dan batasan-batasan khusus dari orang-orang yang “tahu” yang membuat golok itu terkesan khas dan “tidak secara sembarangan” dimiliki. Itulah sebabnya dikatakan bahwa hanya orang tertentu yang bisa memilikinya. Bila usai tembang tersebut dinyanyikan, maka, seperti cara datangnya, satu-persatu para lelaki itu pun mulai beranjak pergi. Hingga kemudian tak tersisa sama sekali. Dan seperti semula, hamparan jerami itu pun menjadi kosong kembali…………
BETAWI BEKASI BERSATU 011211

Tidak ada komentar:

Posting Komentar